Minggu, 11 Maret 2012

Love Story part I

Saat Hati Mulai Terbuka
Langit biru, awan putih terlukis indah oleh Sang Pencipta. Melukiskan sejuta keceriaan yang terpancar dari sang mentari. Mentari yang berusaha menerangi hati dan perasaan Myra. Namun, apakah sang mentari mampu mentupi kebohongan itu?
Harapan akan sebuah perubahan selalu terlintas dipikiran Myra. Lembaran demi lembaran dibukanya untuk memulai kebahagiaan. Kebahagiaan yang telah hilang setelah kejadian itu. Kejadian yang membuat Myra mati rasa dan takut merasakannya lagi. Entah, bagaimana Myra menutupi kesedihannya. Myra selalu nampak bahagia.
Meskipun begitu, Gita tahu bagaimana perasaan Myra sebenarnya. Myra memang pandai berbohong demi menutupi kesedihan yang dirasanya. Namun, Gita seolah kebal dengan kebohongan yang tersembunyi dibalik keceriaan Myra. Persahabatan yang terjalin sejak mereka duduk dibangku sekolah dasar membuat keduanya saling mengerti seluk-beluk tingkah mereka. Myra memang lebih senang menyimpan kesedihannya sendiri dan menorehkan setiap kejadian buruk yang menimpanya kedalam sebuah tulisan yang sering terposting di blognya.
Hidup Myra memang tak seperti anak remaja lainnya. Sejak kecil, keluarga Myra tidak harmonis dan hal tersebut berbanding terbalik dengan kehidupan Gita. Myra adalah anak pertama dari dua bersaudara. Myra memiliki seorang adik laki-laki yang berumur lima tahun. Beban hidup Myra tak ringan seperti, tanggung jawabnya untuk menjaga adiknya. Terutama ketika kedua orang tuanya bertengkar. Terkadang Myra merasa tak sanggup lagi, Myra lelah. Namun, saat Myra menyadari keberadaan sosok anak lelaki kecil itu, Myra seperti mendapatkan sebuah semangat. Myra harus membahagiakan adiknya.
“Myra, kamu masih menganggapku orang lain?” tanya Gita memecah kesunyian yang terjadi sejak bel masuk berbunyi.
“Ngomong apaan sih kamu, Git?”
“Cerita dong, Ra! Ngga usah sok kuat gituu deh. Pasti cowok itu lagi kan?” desak Gita sambil mencoba menebak-nebak.
“Cowok itu? Sapa? Ngga usah kumat deh yaa. Gue lagi males nih.”
“Si pemberi harapan palsu, Taufan Taufan ituu looh. Sang pujaan hati yang Cuma bisa bikin sakit hati. Cakep enggak, keren enggak, kaya enggak, pinter enggak, pake acara hidup lagi. Sesuatu banget deh tuh cowok sampek buat sahabat gue tercuyuung nungguin sampe karatan gini. Ckckckck.” ujar Gita.
“Sialan lu! Tapi iya juga sih. Bodo’ amat deh yaa, kantin aja yuuk!” ajak Myra
“Yee ni anak malah mengalihkan pembicaraan. Dasar!”
Tiga tahun silam, Myra menjatuhkan hati pada kakak kelasnya. Dua tahun lamanya Myra menanti Taufan. Harapan demi harapan didapatkannya dan membuat Myra semakin yakin bahwa Taufanlah pemilik hatinya. Namun, ternyata damba itu hanya menepias pada getar ilusi belaka. Kini, Taufan telah bersama Rany. Tak terbayang betapa sakitnya hati Myra, betapa dalam luka yang menggores hatinya dan betapa sia-sianya penantian yang selama ini Myra lakukan hanya demi seseorang yang tak pasti.
Perasaan cinta Myra pada Taufan tak perlu diragukan lagi. Myra begitu sabar menantikan sosok Taufan. Walaupun teman-teman Myra selalu memintanya untuk tak lagi menanti lelaki itu tapi, lagi-lagi perasaan cinta yang dimiliki Myra memang tak mampu dihilangkan begitu saja. Semua butuh proses, proses yang justru membuat Myra semakin mencintai Taufan. Dan sekarang kesetiaan itu hanya menjadi serpihan debu yang tak berarti lagi.
Saat ini Myra duduk di bangku sekolah menengah atas. Tiga tahun memang telah berlalu dan kejadian itu telah tersimpan rapi menjadi cerita masa lalu yang tak harus dilupakan namun juga tak harus dikenang. Myra tak ingin terus-menerus jatuh dan tertatih tapi, perasaan Myra saat ini kosong, mati. Tak ada rasa yang patut dibanggakan lagi. Gita bahkan merasa kelimpungan mencari sosok pujaan hati untuk sahabatnya itu. Gara-gara masalah itu, Myra dan Gita sempat bertikai karena, Myra tak senang dengan sikap Gita yang terus-terusan mencari pacar untuknya.
“Itu masnya ngapain sih liatin sambil senyum-senyum sendiri?” ujar Myra lirih
“Yang itu? Bukannya kakak kelasmu SMP ya?”
“Iya, tapi aku SMP ngga kenal ya sama dia.”
“Jangan kePDan dulu deh, Ra. Hahahaha.” goda Gita
Myra memang tak mengenal pasti sosok lelaki itu. Dia hanya tahu bahwa lelaki itu adalah teman angkatan Taufan. Myra terheran-heran dengan sikap lelaki itu saat mereka jumpa karena, selama duduk di bangku sekolah menegah pertama mereka tak pernah seperti ini. Namun Myra kembali tak menghiraukannya.
Sejenak, Myra dihinggapi rasa iri yang menusuk dalam hingga menggerogoti logika warasnya dan tanpa perlawanan. Ketika Myra dapati puluhan pasang mata berbinar, duduk dibuai kemesraan, sedangkan Myra? masih sendiri terpaku, tanpa teman, tanpa siapa-siapa. Bosan?
Beberapa hari ini, seolah tak tampak lagi kebohongan yang terselip dibalik cerahnya sinar sang mentari. Begitu nyata dan indah. Senyum Myra, keceriaan Myra dan semangat yang begitu membara, tampak asli dan tulus.
“Ciyeeehh, si eneng lagi seneng banget daah. Cerita dongg!” goda Gita
“Apaan sih? Lebay kamu! Biasanya juga gini kan?” ujar Myra tersipu malu
“Aaaaayolaaah, ceritaaa!” desak Gita sambil mengoyang-goyangkan tangan Myra.
“InsyaAllah, aku berani buat sakit hati lagi.”
“Haaaa??!!”
“Berani jatuh cinta, brani sakit hati dong.”
“WHAT? Alhamdulillah, ya Allah telah menyadarkan sahabatku yang satu ini. Peyuuuk Myraaa!!!” ujar Gita senang mendengar pernyataan Myra dan memeluknya.
“Bismillah deh, semoga siap lahir batin. Tolong bantu aku ya, Git!” ujar Myra mantap.
“Siap ndoro! Udah ngga usah nangis gitu aah ntar jeyeek loh. hahah” kata Gita sambil mengusap air mata Myra.
Kerinduan akan keindahan sebuah cinta membuat Myra tersadar bahwa tak seharusnya dia menutup rapat-rapat pintu hatinya. Seolah menjadikan cerita masa lalu sebagai pengalaman membuat Myra trauma. Mungkin memang begitu dalam luka yang menggores hati Myra. Tergores oleh harapan-harapan palsu dari sang pujaan hati.
Membuka kembali lembaran yang pernah tertutup dan menuliskan cerita cinta dengan harapan serta mimpi yang belum menjamah nyata. Meskipun Myra belum menemukan siapakah yang akan datang dengan lugunya dengan menawarkan terang dibalik gelap dan mendekapkanya dalam titik hitam memanjang. Setidaknya, Myra masih mau bermimpi dan mencoba diwujudkan dalam damba.
“Ra, sepeda masnya lucu tuh.” Kata Gita sambil menunjuk sepeda yang dimaksud.
“Walah, sepedanya mas Arya to?” ujar Myra dan terdengar oleh lelaki itu.
“Apaan dek?” tanya lelaki itu
“Kata temenku sepedamu lucu mas.” Jawab Myra
“Kaya orangnya dong. Hahaha” ujar Arya dengan penuh percaya diri.
“Huuuu, dasaaar!”
“Duluan yaa dek, daaah...”
“Daah.. Ati-ati mas!”
“Ciyeeeeehhh, udah sama mas itu aja. Kan kakak kelas dari SMP, Ra. Kesempatan tauuk brey!” ujar Gita dengan sedikit menggoda
“Sumpaaah ya ni anak!” balas Myra gemas.
Tak pernah terlintas untuk menyerah walau asa kerap menghampiri. Dengan penuh percaya diri, Myra tetap menulis lembaran demi lembaran pada buku yang hampir habis. Namun, memang tak ada tanda-tanda kehadiran sesosok lelaki yang akan memasuki pintu itu. Pintu yang tak pernah tertutup sedetikpun. Tapi senyumnya, senyum yang selalu ada saat kedua bola mata mereka bertemu, membuat Myra merindu lagi dan lagi. Apakah ini? Tunggu! Diakah? Tunggu!
“Kok belum pulang, Ra?” tanya seseorang dengan senyum itu.
“Belum mas, masih ada KIR. Kamu kok juga belum pulang mas?”
“Nungguin kamu.” Jawabnya singkat dan penuh canda.
“Yeee, nggombal cobaak. Hahaha. Duluan ya mas!” timpa Myra
Perasaan ini, perasaan yang pernah hadir tiga tahun lalu. Jantung Myra berdegup tak beraturan. Goresan tinta yang tergores pada lembaran buku itu kini mulai jelas arah dan tujuannya. Lembaran tentang sosok lelaki yang penuh dengan senyum dan keramahannya. Cerita cinta yang diawali sesuai harapan dan semoga berakhir sesuai dengan skenario harapan. Dan Myra menjatuhkan hati pada lelaku yang tak asing baginya, Arya.
Semua berjalan dengan begit indah dan sesuai harapan. Namun, entah apa yang membuat Myra meragukan perasaannya. Bahkan tak berani menyebutnya cinta. Menurut Gita, inilah rasa yang dinantikan Myra selama ini. Pribadi Myra menjad berubah. Sekarang tak terlihat setitik bercak kebohongan dibalik sinar mentari itu. Nyata dan tulus.
Keakraban yang terjalin antara Myra dan Arya, membuat Myra berusaha mencari kepastian akan rasa cintanya itu. Tak dapat dipungkiri lagi, rasa takut itu masih sering bergelimat dibenak Myra. Takut akan harapan palsu.
Myra hanya mampu bersujud pada Sang Illahi, memohon agar dapat mencintai, menyayangi dan memiliki Arya atas segala ridhaNya. Semoga, semua ini akan menjadi harapan serta mimpi yang akan menjamah dunia nyata. Dengan penuh suka dan duka, tanpa kebohongan, tanpa penyesalan dan dihiasi dengan air mata kebahagiaan :)
Love him :*

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Pengikut

The Time


Get your own Digital Clock

Blogger templates

About Me

Foto Saya
Alyaak Hafizh Rayudisa
this is real , this is me :-) i'm exactly where i'm supposed to be now ♥ gonna let the light shine on me, now i've found who i'm there's, no way to hold it in, no more hidding who i want to be, this is me ♥ :-)
Lihat profil lengkapku